Membaca SMS di atas, mungkin pada
sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar sebait kalimat puitis. Namun
ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna yang begitu dalam.
Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di
dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal
yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari
kita—kaum wanita—yang
tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ
لِكُلِّ دِينٍ
خُلُقًا ،
وَإنَّ
خُلُقَ
الإسْلاَمِ الحَيَاء
“Sesungguhnya setiap agama itu
memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.”(HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
Sabda Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam yang lain,
الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ،
فَإنْ
رُفِعَ
أحَدُهُمَا رُفِعَ
الآخَر
“Malu dan iman itu bergandengan
bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan
sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)
Begitu jelas Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah
identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya.
Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi
dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya
terhormat dan dimuliakan.
Namun sayang, di zaman ini rasa malu
pada wanita
telah pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi
perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini
wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku
wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan
emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.
Allah telah menetapkan fitrah wanita
dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik,
tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al
Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah
menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang
dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan
fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya,
maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap
wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota
kemuliaannya.
Sayangnya, hanya sedikit wanita yang
menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru banyak wanita
yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang
mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi
juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat
dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri
kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah
mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka
rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik
mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…
Apakah mereka tidak menyadari, kelak
di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad
telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu?
Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan
bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena
telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ
أَهْلِ
النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا قَوْمٌ
مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا
النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ
يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ
يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ
مَسِيرَةِ كَذَا
وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk
neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti
ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi
telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim
no. 2128) Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita
yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita
tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 17/191)
Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu
‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis,
kemudian beliau berkata,
إن
كنتن
مؤمنات
فليس
هذا
بلباس
المؤمنات وإن
كنتن
غير
مؤمنات
فتمتعينه
“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka
(ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian
bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom
(198). Syaikh Al Albani mengatakan, “Aku belum meneliti
“Muslimah cantik, menjadikan malu sebagai
mahkota kemuliaannya…” (SMS dari seorang sahabat)
Membaca SMS di atas, mungkin pada
sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar sebait kalimat puitis. Namun
ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna yang begitu dalam.
Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di
dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal
yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari
kita—kaum wanita—yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga
banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu,
sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ
لِكُلِّ دِينٍ
خُلُقًا ،
وَإنَّ
خُلُقَ
الإسْلاَمِ الحَيَاء
“Sesungguhnya setiap agama itu
memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.”(HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
Sabda Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam yang lain,
الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ،
فَإنْ
رُفِعَ
أحَدُهُمَا رُفِعَ
الآخَر
“Malu dan iman itu bergandengan
bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan
sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)
Begitu jelas Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah
identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya.
Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi
dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya
terhormat dan dimuliakan.
Namun sayang, di zaman ini rasa malu
pada wanita
telah pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi
perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini
wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku
wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan
emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.
Allah telah menetapkan fitrah wanita
dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik,
tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al
Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah
menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang
dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan
fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya,
maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap
wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota
kemuliaannya.
Sayangnya, hanya sedikit wanita yang
menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru banyak wanita
yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang
mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi
juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat
dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri
kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah
mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka
rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik
mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…
Apakah mereka tidak menyadari, kelak
di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad
telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu?
Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan
bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena
telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ
أَهْلِ
النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا قَوْمٌ
مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا
النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ
يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ
يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ
مَسِيرَةِ كَذَا
وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk
neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti
ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi
telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim
no. 2128) Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita
yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita
tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 17/191)
Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu
‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis,
kemudian beliau berkata,
إن
كنتن
مؤمنات
فليس
هذا
بلباس
المؤمنات وإن
كنتن
غير
مؤمنات
فتمتعينه
“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka
(ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian
bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom
(198). Syaikh Al Albani mengatakan, “Aku belum meneliti
sip bagus .
BalasHapus